CDI
Capacitor Discharge Ignition (CDI) merupakan sistem
pengapian elektronik yang sangat populer digunakan pada sepeda motor saat ini.
Sistem pengapian CDI terbukti lebih menguntungkan dan lebih baik dibanding
sistem pengapian konvensional (menggunakan platina). Dengan sistem CDI,
tegangan pengapian yang dihasilkan lebih besar (sekitar 40 KV) dan stabil
sehingga proses pembakaran campuran bensin dan udara bisa berpeluang makin
sempurna Dengan demikian, terjadinya endapan karbon pada busi juga bisa
dihindari.
Selain itu, dengan sistem CDI tidak memerlukan penyetelan
seperti penyetelan pada platina. Peran platina telah digantikan oleh oleh
thyristor sebagai saklar elektronik dan pulser coil atau “pick-up coil” (koil
pulsa generator) yang dipasang dekat flywheel generator atau rotor alternator
(kadang - kadang pulser coil menyatu sebagai bagian dari komponen dalam
piringan stator, kadang - kadang dipasang secara terpisah).
Secara umum beberapa kelebihan sistem pengapian CDI
dibandingkan dengan sistem pengapian konvensional adalah antara lain:
1. Tidak memerlukan penyetelan saat pengapian, karena saat
pengapian terjadi secara otomatis yang diatur secara elektronik.
2. Lebih stabil, karena tidak ada loncatan bunga api seperti
yang terjadi pada breaker point (platina) sistem pengapian konvensional.
3. Mesin mudah distart, karena tidak tergantung pada kondisi
platina.
4. Unit CDI dikemas dalam kotak plastik yang dicetak
sehingga tahan terhadap air dan goncangan.
5. Pemeliharaan lebih mudah, karena kemungkinan aus pada
titik kontak platina tidak ada.
CARA KERJA SISTEM PENGAPIAN CDI
Pada saat magnet permanen (dalam flywheel magnet) berputar,
maka akan dihasilkan arus listrik AC dalam bentuk induksi listrik dari source
coil seperti terlihat pada gambar diatas. Arus ini akan diterima oleh CDI unit
dengan tegangan sebesar 100 sampai 400 volt.
Arus tersebut selanjutnya dirubah menjadi arus setengah
gelombang (menjadi arus searah) oleh dioda, kemudian disimpan dalam kondensor
(kapasitor) dalam CDI unit.
Kapasitor tersebut tidak akan melepas arus yang disimpan
sebelum SCR (thyristor) bekerja. Pada saat terjadinya pengapian, pulsa
generator akan menghasilkan arus sinyal.
Arus sinyal ini akan disalurkan ke gerbang (gate) SCR.
Dengan adanya trigger (pemicu) dari gate tersebut, kemudian SCR akan aktif (on)
dan menyalurkan arus listrik dari anoda (A) ke katoda (K).
Dengan berfungsinya SCR tersebut, menyebabkan kapasitor
melepaskan arus (discharge) dengan cepat. Kemudian arus mengalir ke kumparan
primer (primary coil) koil pengapian untuk menghasilkan tegangan sebesar 100
sampai 400 volt sebagai tegangan induksi sendiri.
Akibat induksi diri dari kumparan primer tersebut, kemudian
terjadi induksi dalam kumparan sekunder dengan tegangan sebesar 15 KV sampai 20
KV.
Tegangan tinggi tersebut selanjutnya mengalir ke busi dalam
bentuk loncatan bunga api yang akan membakar campuran bensin dan udara dalam
ruang bakar.
Terjadinya tegangan tinggi pada koil pengapian adalah saat
koil pulsa dilewati oleh magnet, ini berarti waktu pengapian (Ignition Timing)
ditentukan oleh penetapan posisi koil pulsa, sehingga sistem pengapian CDI
tidak memerlukan penyetelan waktu pengapian seperti pada sistem pengapian
konvensional.
Pemajuan saat pengapian terjadi secara otomatis yaitu saat
pengapian dimajukan bersama dengan bertambahnya tegangan koil pulsa akibat
kecepatan putaran motor. Selain itu SCR pada sistem pengapian CDI bekerja lebih
cepat dari contact breaker (platina) dan kapasitor melakukan pengosongan arus
(discharge) sangat cepat, sehingga kumparan sekunder koil pengapian teriduksi dengan
cepat dan menghasilkan tegangan yang cukup tinggi untuk memercikan bunga api
pada busi.
Salah satu komponen terpenting dalam sistem pengapian CDI adalah ignition coil. Karena komponen ini berfungsi untuk menaikan tegangan baterai hingga puluhan KV.
BalasHapusSelengkapnya, bisa simak Cara kerja Ignition Coil